Jumat, 17 Maret 2017

Epidemiologi-Tugas1

Perubahan Pola Penyakit Pada Malaria
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam rangka pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat. Di dalam GMP ditargetkan 80% penduduk terlindungi dan penderita mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Dan melalui Roll Back Malaria Partnership ditekankan kembali dukungan tersebut. Karena pentingnya penanggulangan Malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria. Dalam pengendalian malaria, yang ditargetkan penurunan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No 293/MENKES/SK/ IV/2009. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030. Status Indonesia masih tahap pertama yaitu pada eliminasi malaria di DKI, Bali dan Barelang Binkar pada tahun 2010. Untuk melihat sejauh mana perkembangan pengendalian penyakit malaria pada tulisan ini akan dibahas situasi epidemiologi dan upaya/program pengendalian malaria di Indonesia yang dilihat dari hasil survei dan laporan program malaria.
A. SITUASI MALARIA DI INDONESIA
1. Gambaran Berdasar Laporan Rutin Program
A. Stratifikasi Malaria
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies). Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.


B. Data rumah sakit
Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya.



Sedangkan untuk jumlah pasien rawat inap yang keluar dari tahun 2004 - 2009 berfluktuatif dan pasien rawat inap laki-laki lebih banyak dari perempuan.


2. Situasi Malaria Berdasarkan Survei dan Penelitian
A. Prevalensi malaria berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010
Prevalensi malaria berdasarkan Riskesdas 2010 diperoleh dalam bentuk point prevalence. Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang terkena penyakit pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan dua cara yaitu wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/ RDT). Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT yang merupakan subsampel dari sampel Kesehatan masyarakat adalah sejumlah 75.192 dan yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%). Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola epidemiologi) kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P. falciparum dan P. Vivax. Namun data sebaran parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga tidak dapat diketahui jenis parasit yang dominan per suatu wilayah.

Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1 -4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur 15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada umur 15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita. Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok yang paling rendah prevalensinya (0,2%). Kelompok “sekolah” dan petani/nelayan/buruh merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masingmasing 0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%).